Sosok Faisal Tanjung Disorot: Aktivis LSM yang Memantik Kasus Dua Guru Masamba

Faisal Tanjung saat menghadiri sesi pengaduan dalam sebuah forum resmi di Luwu Utara. Dokumen/istimewa.

ESSENSI.CO – Nama Faisal Tanjung mendadak berada di pusat sorotan publik setelah kasus dugaan pungutan liar di SMA Negeri 1 Luwu Utara mencuat dan berujung pada pemberhentian dua guru, Rasnal dan Abdul Muis.

Kasus ini kembali mendapat perhatian nasional setelah Presiden Prabowo Subianto memerintahkan rehabilitasi status kedua guru tersebut.

Perhatian publik semakin mengarah pada sosok pelapor, yang disebut-sebut berasal dari sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM), setelah Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro memastikan proses penyidikan akan ditelusuri ulang.

“Kami sudah menurunkan tim dari Bidpropam Polda Sulsel, juga berkoordinasi dengan Propam Mabes Polri dan Biro Wasidik Bareskrim Polri untuk melihat lebih jauh penanganan perkara ini,” ujar Djuhandhani saat doorstop di Mapolda Sulsel, Kamis, 13 November 2025.

Figur yang Bikin Publik Bertanya: Siapa Faisal Tanjung?

Penelusuran berbagai sumber terbuka menunjukkan Faisal Tanjung bukan nama asing dalam aktivitas advokasi dan pelaporan publik di Luwu Utara.

Ia lahir di Masamba dan pernah menempuh pendidikan di Universitas Palopo. Di ruang digital, jejaknya terlihat aktif dalam isu pengawasan kebijakan publik, pemilu, hingga sektor pendidikan.

Faisal tercatat sebagai Wakil Ketua Bidang Agitasi dan Propaganda DPC GMNI Luwu Utara, sebuah organisasi mahasiswa yang dikenal memiliki tradisi pergerakan dan kritik sosial.

Rekam Jejak Pelaporan: Dari KPU hingga Sekolah

Nama Faisal sebelumnya sudah beberapa kali muncul dalam sengketa kepemiluan di daerah.

  • Pada Mei 2024, ia melaporkan KPU Luwu Utara ke Bawaslu terkait dugaan ketidakprofesionalan dalam pembentukan badan ad hoc PPK dan PPS. Saat itu ia menyebut dirinya sebagai aktivis muda Luwu Utara dan penggiat demokrasi.
  • Pada 2020, Faisal kembali mencatatkan aduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap Ketua dan empat anggota KPU Luwu Utara. Dalam laporan itu, ia mengatasnamakan Badan Advokasi dan Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI).

Rekam jejak panjang inilah yang membuat publik menaruh perhatian besar ketika namanya dikaitkan dengan laporan kasus dua guru Masamba.

Kasus yang Memantik Polemik Nasional

Polemik bermula dari penggalangan iuran sukarela Rp 20.000 oleh sekolah dan komite untuk menutup kebutuhan operasional karena gaji guru honorer belum cair.

Kesepakatan internal itu berubah menjadi perkara hukum setelah laporan masuk ke aparat, diduga dari pihak LSM yang terkait dengan Faisal.

Laporan tersebut berujung pada pemecatan dua guru ASN dan menjalar menjadi isu keadilan sosial, birokrasi pendidikan, hingga perlindungan tenaga pendidik di daerah terpencil.

Publik kemudian mempertanyakan motif dan urgensi laporan tersebut, terutama setelah Presiden turun tangan dan memerintahkan rehabilitasi.

Figur di Pusaran Perdebatan

Akun media sosial Faisal menjadi ajang kritik setelah kasus ini viral. Sejumlah unggahan yang menyinggung legalitas iuran sekolah memancing perdebatan tentang batas antara pengawasan publik dan potensi kriminalisasi terhadap tenaga pendidik.

Bagi sebagian orang, Faisal dianggap menjalankan fungsi kontrol sosial. Namun bagi pihak lain, ia dinilai melaporkan persoalan yang bisa diselesaikan secara musyawarah tanpa mengorbankan karier dua guru.

Kasus Berlanjut, Publik Menunggu Kejelasan

Kapolda Sulsel menegaskan bahwa evaluasi internal terhadap proses penyidikan masih berjalan dan Polri tidak akan mentolerir penyidik yang menyalahgunakan kewenangan.

Pemeriksaan terhadap rangkaian proses hukum 2022 hingga putusan MA kini menjadi tahap penting dalam merumuskan ulang arah kasus.

Bagi publik, jawaban tentang peran dan motif Faisal Tanjung masih menjadi bagian paling menarik dari keseluruhan polemik ini.