Kisah Kejayaan Kerajaan Mataram Islam: Ketika Jawa Jadi Pusat Peradaban Islam
ESSENSI.CO | BEKASI – Kalau kita ngomongin sejarah Islam di Indonesia, nggak lengkap tanpa nyebut Kerajaan Mataram Islam. Bukan cuma kerajaan biasa, Mataram Islam adalah game changer yang ngebawa Islam makin kuat di Tanah Jawa, dengan pengaruh yang masih kerasa sampai sekarang. Berdiri sekitar abad ke-16, kerajaan ini jadi simbol kejayaan, budaya, dan perlawanan.
Awal Mula: Dari Pedalaman ke Panggung Sejarah
Kerajaan ini lahir di daerah pedalaman Jawa Tengah, tepatnya di sekitar Kotagede (sekarang wilayah Yogyakarta). Pendiri pertamanya adalah Ki Ageng Pamanahan, tapi yang ngebawa Mataram ke level raja-raja besar adalah anaknya, Panembahan Senopati. Di tangan beliau, Mataram pelan-pelan jadi kekuatan baru yang mulai ngambil alih wilayah-wilayah pesisir yang sebelumnya dikuasai kerajaan-kerajaan Islam lain, seperti Demak dan Pajang.
Zaman Keemasan: Era Sultan Agung
Nah, kalau ada satu nama yang wajib banget di-highlight, dia adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma (memerintah 1613–1645). Bisa dibilang, dia adalah “GOAT-nya” Mataram Islam. Gaya kepemimpinannya keren banget: visioner, religius, tapi juga taktikal.
-
Beliau berhasil memperluas wilayah kekuasaan Mataram dari Jawa Tengah, ke Timur (Blambangan) sampai ke Barat (Cirebon).
-
Dia juga dikenal sebagai tokoh yang tegas melawan kolonial Belanda. Bahkan, dua kali beliau menyerang Batavia (Jakarta sekarang) yang waktu itu udah dikuasai VOC.
-
Di bidang budaya, Sultan Agung menggabungkan nilai-nilai Islam dan budaya Jawa dengan sangat apik. Salah satu buktinya adalah sistem penanggalan Jawa-Islam yang beliau rancang.
Kebudayaan: Saat Islam dan Tradisi Jawa Berkolaborasi
Mataram Islam itu unik, karena dia bukan kerajaan Islam yang “kaku”, tapi justru fleksibel dan inklusif. Budaya Jawa yang kental bercampur dengan nilai-nilai Islam, menciptakan harmoni yang khas. Gaya arsitektur, seni pertunjukan, hingga sistem pemerintahan semua terasa nuansa Islami tapi tetap njawani.
Contohnya?
-
Masjid Agung Mataram di Kotagede yang masih eksis sampai sekarang.
-
Tradisi Sekaten dan Grebeg Maulid yang jadi wujud akulturasi Islam dan budaya lokal.
- Ajaran sufistik berkembang pesat, menyatu dalam kehidupan masyarakat lewat simbol, cerita rakyat, hingga seni gamelan.
Mundur Perlahan: Dinasti yang Terpecah
Sayangnya, setelah Sultan Agung wafat, kerajaan ini mulai goyah. Perselisihan internal keluarga kerajaan bikin Mataram pecah jadi dua: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, berkat campur tangan Belanda lewat perjanjian Giyanti 1755. Yah, politik pecah-belah ala VOC memang susah ditolak waktu itu.
Walaupun begitu, warisan budaya dan keislaman Mataram tetap hidup. Bahkan, dua pecahan kerajaan ini masih eksis secara budaya dan simbolik sampai sekarang.
Dari Mataram untuk Nusantara
Mataram Islam adalah bukti kalau agama, budaya, dan politik bisa menyatu jadi kekuatan besar. Warisan mereka masih bisa kita rasakan: dari sistem kalender Jawa-Islam, masjid tua yang megah, sampai nilai-nilai hidup masyarakat Jawa yang penuh toleransi dan spiritualitas.
Buat generasi sekarang, belajar dari Mataram Islam bukan sekadar nostalgia, tapi tentang memahami akar jati diri bangsa. Karena sejatinya, kekuatan sebuah peradaban bukan cuma dari senjata atau harta, tapi dari nilai yang diwariskan lintas generasi.