Jimly Sentil Sri Mulyani: Anggaran 20% Pendidikan Tak Pernah Dijalankan, Guru dan Dosen Jadi Korban
ESSENSI.CO – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti penggunaan anggaran pendidikan yang seharusnya 20 persen dari APBN. Menurutnya, porsi anggaran tersebut justru dialihkan ke program pemerintah lain. Jimly juga menyinggung pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang pernah menyebut gaji guru dan dosen sebagai beban negara.
“Mestinya anggaran 20 persen APBN dan APBD ditujukan untuk, satu guru dan dosen, dua, siswa/mahasiswa dan tiga, sarana pendukung utama. Tapi karena guru dianggap beban, tujuan anggaran 20 persen di UUD dan putusan MK, tidak pernah dilaksanakan dengan i’tikad baik,” tulis Jimly melalui akun X (Twitter) @JimlyAs, Selasa (19/8/2025).
Jimly menilai kebijakan tersebut akan berdampak langsung pada meningkatnya biaya pendidikan di semua jenjang.
“Maka pendidikan jadi makin mahal di semua jenjang dan guru/dosen tidak sejahtera,” lanjutnya.
Sebelumnya, pernyataan Sri Mulyani terkait rendahnya gaji guru dan dosen memicu perdebatan publik dan menjadi sorotan di media sosial. Dalam pidatonya di Institut Teknologi Bandung (ITB), ia menyebut pengelolaan keuangan negara menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik.
Sri Mulyani juga menyinggung alokasi anggaran pendidikan pada APBN 2025 yang mencapai Rp724,3 triliun. Meski jumlahnya besar, menurutnya profesi guru dan dosen masih sering dianggap kurang dihargai karena gaji yang relatif kecil.
“Banyak di media sosial, saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya enggak besar. Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara,” ucap Sri Mulyani dalam pidatonya yang disiarkan melalui kanal YouTube ITB, Sabtu (9/8/2025).
Pernyataan yang memicu polemik muncul ketika Sri Mulyani mempertanyakan apakah persoalan rendahnya gaji guru dan dosen sepenuhnya harus ditanggung negara, atau dapat diselesaikan dengan pendekatan lain seperti partisipasi masyarakat.
“Apakah semuanya harus dari keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat,” kata Sri Mulyani.
Meski begitu, Sri Mulyani tidak menjelaskan secara rinci bentuk partisipasi masyarakat yang dimaksud dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen.