Anggaran Negara: Apakah Sudah Pro Rakyat Kecil?

Foto: Edward Ricardo

Jakarta, Essensi.co – Pemerintah setiap tahun menggelontorkan ribuan triliun rupiah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai program pembangunan nasional. Namun, pertanyaan klasik yang kembali mencuat di tengah masyarakat dan pengamat kebijakan adalah:

“apakah anggaran negara benar-benar berpihak kepada rakyat kecil?”

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa belanja negara pada tahun 2025 mencapai Rp 3.325 triliun, dengan sekitar 22% dialokasikan untuk belanja sosial, termasuk bantuan langsung tunai, bantuan pendidikan, dan subsidi.

Namun, menurut Pusat Studi Anggaran dan Kebijakan Publik, alokasi tersebut masih dianggap kurang progresif karena sebagian besar dana belanja negara justru terserap oleh. Proyek infrastruktur berskala besar, Pembiayaan utang dan Belanja operasional birokrasi.

“Belanja sosial memang naik, tapi pertumbuhan belanja modal dan pembayaran bunga utang lebih agresif. Ini menimbulkan kesan bahwa rakyat kecil hanya dapat ‘remah-remah’ dari APBN,” kata Dr. Ratri Andayani, pengamat fiskal dari UI.

Program-program seperti PKH, Kartu Sembako, dan Kartu Prakerja diklaim sebagai upaya negara untuk menyentuh masyarakat miskin secara langsung. Namun pelaksanaannya di lapangan sering terkendala oleh. Ketidakakuratan data penerima (DTKS), Penyaluran yang lambat dan tidak merata dan Kurangnya transparansi dan pengawasan

Suhadi (51), warga Kabupaten Grobogan, mengaku belum pernah mendapat bantuan pemerintah meski kondisi ekonominya memprihatinkan.

“Dulu pernah didata, tapi sampai sekarang belum dapat apa-apa. Katanya salah input nama,” ujarnya.

Sementara itu, proyek-proyek strategis nasional seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), pembangunan jalan tol, dan rel kereta cepat menyerap anggaran ratusan triliun. Pemerintah menyebut proyek ini sebagai investasi jangka panjang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun, banyak yang mempertanyakan urgensi dan distribusi manfaatnya.

“Infrastruktur penting, tapi tanpa perbaikan ekonomi rakyat kecil, dampaknya hanya dirasakan oleh kelompok ekonomi menengah ke atas dan korporasi,” jelas Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS.

Kebijakan Fiskal: Siapa Diuntungkan?

Kritik juga datang dari sektor perpajakan. Kebijakan pengurangan pajak untuk korporasi besar dan insentif investor asing dinilai mengurangi ruang fiskal untuk membiayai kebutuhan dasar rakyat.

“Logikanya, kalau pajak korporasi turun dan utang negara naik, maka siapa yang akan menanggung dampaknya nanti? Rakyat kecil,” ujar Aviliani, ekonom senior.

Transparansi dan Partisipasi Jadi Kunci

Pengamat menekankan pentingnya transparansi anggaran dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan anggaran. Selama ini, pembahasan anggaran dianggap terlalu elitis dan minim masukan dari masyarakat akar rumput.

“Kita butuh pendekatan anggaran partisipatif, di mana masyarakat bisa ikut menentukan prioritas kebutuhan mereka,” kata Titi Anggraini, aktivis pemilu dan demokrasi.